Jumat, 29 Maret 2013

HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT, MANUSIA DAN PENDIDIKAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Manusia mempunyai keistimewaan dari mahluk-mahluk yang lain, ia diciptakan oleh Allah SWT begitu sempurna dan kesempurnaan ini manusia dapat meningkatkan kehidupanya. Dengan berfikir atau bernalar, merukan satu bentuk kegiatan akal manusia melalui pengetahuan yang kita terima melalui panca indra diolah dan ditujukan untuk mencapai suatu kebenaran. Aktivitas berfikir adalah berdialog dengan diri sendiri dengan manisfestasinya, ialah mempertimbangkan , merenungkan, menganalisis menunjukan alasan-alasan, membuktikan sesuatu, menggolong-golongkan, membanding-bandingkan, menarik kesimpulan, meneliti suatu jalan pikiran, mencari kualitasnya, membahas secara realitas dan lain-lain. Sesuai dengan makna filsafat yaitu sebagai ilmu yang bertujuan untuk berusaha memahamisemua yang timbul dalam keseluruhan lingkup pengalaman manusia, maka berfilosofis memerlukan suatu ilmu dalam mewujudkan pemahaman tersebut.
Berbicara mengenai ilmu maka tidak lepas dengan pendidikan, yang mana yang menyakini tentang eksistensi pendidikan dari yang sifatnya umum sampai kepada yang khusus, makin hari diperkuat dengan perkembanganya metode pengukuran dan cara analisis yang dapat menghasilkan data yang dipercaya.\














B.     Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud Manusia dan Filsafat?
2.      Apa yang dimaksud Filsafat dan Teori Pendidikan?
3.      Bagaimana  Hubungan Antara Filsafat, Manusia dan Pendidikan?


C.    Tujuan Penulisan
1.      Untuk Mengetahui Manusia dan Filsafat.
2.      Untuk Mengetahui Filsafat dan Teori Pendidikan.
3.      Untuk Mengetahui Hubungan Antara Filsafat, Manusia dan Pendidikan.




















BAB II
HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT, MANUSIA
DAN PENDIDIKAN

A.    Manusia dan Filsafat
Manusia adalah hewan yang berakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya, yang berbicara berdasarkan akal pikirannya (the animal that reasons). Manusia adalah hewan yang berpolitik (zoo politicon, political animal), hewan yang berfamili dan bermasyarakat mempunyai kampung halaman dan negara.[1]
Karena manusia itu memiliki akal pikiran yang senantiasa bergolak dan berfikir, dan karena situasi dan kondisi alam dimana dia hidup selalu berubah-ubah dan penuh dengan peristiwa-peristiwa penting bahkan dahsyat, yang kadang-kadang dia tidak kuasa untuk menentang dan menolaknya, menyebabkan manusia itu tertegun, termenung, memikirkan segala hal yang terjadi disekitar dirinya. Dipandangnya tanah tempat dia berpijak, dilihatnya bahwa segala sesuatu tumbuh diatasnya, berkembang, berbuah, dan melimpah ruah. Segala peristiwa berlaku diatas permukaanya. Dan didalam siang dan malamnya dia menyaksikan kebaikan dan keburukan, kebaktian dan kejahatan, sehat dan sakit, suka dan duka, malang dan senang, hidup dan mati dan sebagainya, yang meliputi dan melingkupi kehidupan manusia. Diarahkan pandnganya kelangit biru, maka nampak olehnya , benda-benda angkasa, mengambang dab bersemayam dilangit tinggi. Matahari memberikan sinar dan cahaya, terang benderang meliputi segenap sudut dan penjuru dunia ini. Menaburkan panas dan kehangatan yang nyaman dan menyegarkan dan kadang-kadang membara dan membakar, meresahkan seluruh mahluk diatas permukaan bumi. Dengan sinarnya yang gilang gemilang itu, dia membersihkan kehidupan dan menyalurkan ruh dan jiwa kepada benda-benda yang mati, mencairkan benda-benda yang beku, menimbulkan topan dan gelombang, menggerakan angin, air bah dan banjir, dinyalakan api ditengah padang , dihiasinya keindahan alam dengan warna, disemerbakanya bunga dengan keharuman dan kewangian surgawi. Hal-hal seperti itulah yang menakjubkan manusia, menyebabkan dia termenung, merenungka segala sesuatu. Dia berfikir dan berfiki, sepanjang masa dan sepanjang zaman. Dia memikirkan dirinya sebagai micro kosmos dan memikirka jagad raya sebagai  macro kosmos. Dia memikirkan juga lam gaib, alam dibalik dunia yang nyata ini, alam metafisika. Dan diapun mulai membangun pemikiran filsafat.
Didalam sejarah umat manusia, setelah kemampuan intelektual dan kemakmuran manusia meningkat tinggi, maka tampilah manusia-manusia yang unggul merenung dan memikir, menganalisa, membahas dan menghapus berbagai problema dan permasalahan hidup dan kehidupan, sosial kemasyarakatan, alam semesta dan jagad raya. Maka lahirlah untuk pertama kalinyafilsafat alam periode pertama, selanjutnya filsafat alam periode kedua, lalu Shopiesme, kemudian filsafat klasik yang bermula kurang lebih enam abad sebelum masehi.
Memang filsafat alam, baik periode pertam maupun periode kedua, begitu pula pemikiran Shopiesme, belumlah mempunyai pengaruh mendalam dalam bidang pendidikan. Barulah setelah lahir filsafat klasik yang dipelopori oleh Socrates (470 SM-399 SM) dan murid-muridnya Plato dan Aristoteles, filsafat mulai berpengaruh positif dalam bidang pendidikan.

B.     Filsafat dan Teori Pendidikan
Sebenarnya kita ketahui, ilmu jiwa bagi ilmu pendidikan adalah suatu komplementasi yang amat bernilai. Pedogogik tanpa ilmu jasa, sama dengan praktek tanpa teori, pendidikan tanpa mengerti untuk apa, bagaimana dan mengapa manusi dididik. Tanpa pengertian atas manusia baik sifat-sifat individualitasnya yng unik maupun potensi-potensi yang justru akan dibina, Pendidikan akan salah arah. Bahkan pengertian yang baik, pendidikan akan memperkosa kodrat manusia.[2]
Banyak diantara masalah-masalah kependidikan tersebut yang merupakan pertanyaan-pertanyaan filosifos, yang memerlukan pendekatan filosofis pula dalam pemecahanya. Analisa filsafat terhadap masalah-masalah kependidikan tersebut, dengan berbagai cara pendekatanya, akan dapat menghasilkan pandangan-pandangan tertentu mengenai masalah-masalah kependidikan tersebut, dan atas dasar itu bisa disusun sistematis teori-teori pendidikan.
Hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan tersebut secra lebih rinci dapat diuraikan sebagai berikut:
1.      Filsafat dalam arti analisa, filsafat adalah salah satu cara pendekatan yang digunakan oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan problematika pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikanya. Disamping mengunakan metoda-metoda ilmiah lainya. Sementara itu dengan filsafat, sebagai pandangan tertentu terhadap suatu objek, misalnya filsafat idealisme, realisme, materealisme dan sebagainya. Akan mewarnai pula pandangan ahli pendidikan tersebut dalam teori-teori pendidikan yang dikembangkanya. Aliran filsafat tertentu akan mempengaruhi dan memberikan bentuk serta corak tertentu terhadap teori-teori pendidikan yang dikembangkan atas dasar aliran fisafat tersebut.
2.      Filsafat juga berfungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah dikembangkan oleh para ahlinya, yang berdsarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat tertentu, mempunyai relevansi dengan kehidupan nyata. Artinya mengarahkan agar teori-teori dan pandangan filsafat pendidikan yang telah dikembangkan tersebut bisa diterapkan dalam praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup yang juga berkembang dalam masyarakat. Disamping itu, adalah merupakan kenyataan bahwa setiap masyrakat hidup dengan pandangan dan filsafat hidupnya sendiri-sendiri yang berbeda antara satu dengan yang lainya dan dengan sendirinya akan menyangkut kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Disinilah letak fungsi filsafat dan filsafat pendidikan dalam memilih dan mengarahkan teori-teori pendidikan dan kalau perlu juga merevisi teori pendidikan tersebut, yang sesuai dengan relevan dengan kebutuhan, tujuan dan pandangan hidup dari masyarakat.
3.      Filsafat, termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pengetahuan atau pedagogis. Suatu praktek kependidikan yang didasarkan dan diarahkan oleh suatu filsafat pendidikan tertentu, akan menghasilkan dan menimbulkanbentuk-bentuk dan gejalah-gejalah kependidikan yang tertentu pula. Hal ini adalah merupakan data-data kependidikan yang ada dalam suatu masyarakat tertentu. Analisa filsafat berusaha untuk menganalisa dan memberikan arti terhadap data-data kependidikan tersebut dan untuk selanjutnya menyimpulkan serta dapat disusun teori-teori pendidikan yang realistis dan selanjutnya akan berkembanglah ilmu pendidikan (pedagogik).
Disamping hubungan fungsional tersebut, antara filsafat dan teori pendidikan, juga terdapat hubungan yang bersifat suplementer, sebagaimana dikemukakan oleh Ali Saefullah, sebagai berikut:
a.    Kegiatan merumuskan dasar-dasar dan tujuan-tujuan pendidikan, konsep tentang hakikat manusia serta konsepsi hakikat dan segi-segi pendidikan serta isi moral pendidikanya.
b.    Kegiatan merumuskan sistem atau teori pendidikan (science of education) yang meliputi politik pendidikan, kepemimpinan pendidikan atau organisasi pendidikan, metodologi pendidikan dan pengajaran, termasuk pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan masyarakat dan negara.
Definisi diatas merangkum dua cabang ilmu pendidikan, yaitu filsafat pendidikan dan sistem atau teori pendidikan dan hubungan antara keduanya adalah bahwa yang satu suplemen terhadap yang lain dan keduanya diperlukan oleh setiap guru sebagai pendidik dan bukan hanya sebagai pengajar bidang studi tertentu.

C.       Hubungan Antara Filsafat, Manusia dan Pendidikan
a.      Kedudukan Filsafat dalam Ilmu Pengetahuan
Dalam ilmu pengetahuan, filsafat mempunyai kedudukan sentral, asal atau pokok. Karena filsafatlah yang mula-mula merupakan satu-satunya usaha manusia dibidang kerohanian untuk  mencapai kebenaran atau pengetahuan. Lambat laun sesuai dengan sifatnya, manusia tidak pernah merasa puas dengan meninjau suatu hal dari sudut yang umum, melainkan juga ingin memperhtikan hal-hal yang khusus. Maka kemudian timbulah penyelidikan mengenai hal-hal yang khusus yang sebelumnya masuk dalam lingkungan filsafat. Jika penyelidikan ini mencapai tingkat yang tinggi, maka cabang penyelidikan itu melepaskan diri dari filsafat sebagai cabang ilmu pengetahuan yang baru dan berdiri sendiri. Adapun yang pertama kali melepaskan diri dari filsafat ialah ilmu pasti, kemdian disusul oleh ilmu-ilmu pengetahuan lainya. Akan tetapi meskipun lambat laun banyak ilmu pengetahuan yang melepaskaan diri tidakla berarti ilmu pengetahuan itu sama sekali tidak membutuhkan bantuan dari ilmu filsafat. Misalnya makna dari pengetahuan tentang atom, baru mulai nampak bila dihubungkan dengan peradaban. Seorang ahli atom berusaha menemukan fakta kemudian menciptakan tekhnik-tekhnik yang diperlukan. Semuanya itu dilakukan dari pengetahuan tentang atom yang semakin meluas dan mendalam. Namun para ahli atom kadang-kadang atau tidak memperhatikan apa yang dilakukan manusia. Karena atom hanya untuk kepentingan perang yang dapat membawa malapetaka kepada manusia. Hal ini menjadi tugas dari filsafat, karena menyangkut masalah ini yang berarti filsafat akan memberikan alternatif mana yang paling baik untuk dijadikan pegangan manusia.
Kemudian bahasan tentang kedudukan atau hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan atau berfikir filosofis dan berfikir ilmiah akan dilengkapi uraian ini dengan Pieget tentang epistemologi genetis, yaitu fase-fase berfikir dan pikiran manusia dengan mengambil contoh perkembangan akan mulai dari tahun pertama usia anak hingga dewasa sebagaimana diuraiakan oleh Halford sebagai berikut:
Jasa utama dari Pieget adalah uraiannya mengenai perkembangan anak dalam hal tingkah laku yang terdiri atas empat fase, yaitu:
1)   Fase sensorimotor, berlangsung antara umur 0 tahun sampai usia dimana cara berfikir anak masih sangat ditentukan oleh kemampuan pengalaman sensorinya, sehingga sangat sedikit terjadi peristiwa berfikir yang sebenarnya, dimana tanggapan tidak berperan sama sekali dalam prosees berfikir dan pikiran anak.
2)   Fase Pra-operasional, pada usia kira-kira antara 5-8 tahun, yang ditandai adanya kegiatan berfikir dengan mulai mengunakan tanggapan (disebut logika fungsional). Ia tidak menyebut dengan berfikir berdasar hubungan sebab akibat, seperti pendapat para ahli psikologi perkembangan.
3)   Fase Operasional yang konkrit, yaitu kegiatan berfikir untuk memecahakan persoalan secara konkrit dan terhadap benda-benda yang konkrit pula.
4)   Fase Operasi Formal, pada anak dimulai pada usia 11 tahun. Anak telah mulai berfikir abstrak, dengan menggunakan konsep-konsep yang umum dengan menggunakan hipotesaserta memprosesnya secara sistematis dalam rangka menyelesaikan problema walaupun si anak belum mampu membayangkan kemungkinan-kemungkinan bagaimana realisasinya.
Dari uraian dan contoh tadi dapat disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan itu menerima dasarnya dari filsafat, dengan rincian antara lain:
1)      Setiap ilmu pengetahuan itu mempunyai objek dan problem.
2)      Filsafat juga memberikan dasar-dasar yang umum bagi semua ilmu pengetahuan dan dengan dasar yang umum itu dirumuskan keadaan dari ilmu pengetahuan itu.
3)      Disamping itu filsafat juga memberikan dasar-dasar yang khusus yang digunakan dalam tiap-tiap ilmu pengetahuan.
4)      Dasar yang diberikan oleh filsafat yaitu mengenai sifat-sifat ilmu dari semua ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan memperoleh sifat ilmu itu kalau menepati syarat-syarat yang telah ditentukan oleh filsafat. Artinya tidak mungkin tiap ilmu itu meninggalkan dirinya sebagai ilmu pengetahuan dengan meningggalkan syarat yang telah ditentukan oleh filsafat.
5)      Filsafat juga memberikan metoda atau cara kepada tiap ilmu pengetahuan.
Manusia merupakan subyek pendidikan dan sebagai objek pendidikan, karena itu sikap untuk dididik dan siap untuk mendidik dimilikinya. Berhasil tidakya suatu usaha atau kegiatan banyak tergantung pada jelas tidak adanya tujuan. Maka pendidikan di indonesia mempunyai tujuan pendidikan yang berlandaskan pada filsafat hidup bangsa indonesia, yaitu pancasila yang menjadi pokok dalam pendidikan, melalui usaha-usaha pendidikan, dalam keluarga masyarakat, sekolah dan perguruan tinggi.[3]
b.      Kedudukan Filsafat dalam kehidupan Manusia
Untuk memberikan gambaran bagaimana kedudukan filsafat dalam kehidupan manusia maka terlebih dahulu diungkapkan kembali pengetian filsafat. Dalam bahasan sebelumnya, filsafat mengandung pengertian adalah suatu ikhtiar untuk berfikir secara radikal, dalam arti mulai dari akarnya suatu gejala (hal kehendak permasalahan) sampai mencapai kebenaran yang dilakukan dengan kesungguhan dan kejujuran  melalui tahapan-tahapan pikiran. Oleh karena itu seorang yang berfilsafat adalah orang yang berfikir secara sadar dan bertanggung jawab dengan pertama adalah tehadap dirinya sendiri.
Kebenaran dalam pengetahuan yang diterima filsafat adalah apabila isi pengetahuan yang diusahakan sesuai dengan objek yang diketahui yang didasari oleh kebebasan berfikir (diatur oleh logika) untuk menyelidiki atau tata pikir yang bermetoda, bersistem, dan berlaku universal, sehingga dengan demikian filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari ketetapan dan sebab-sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu (seluruh dunia dan alam ini), sebagai pandangan hidup. Apabila pandangan ini mengenai manusia adalah meliputi segala soal hidup manusia: pikiran, budi, tingkah laku dan nilai-nilainya dan tujuan hidup manusia, baik didunia maupun sesudah didunia ini tiada yang kemudian dikenal dengan sebutan pedoman hidup.
Filsafat sebagai ikhtiar berfikir maka bukan berarti untuk merumuskan suatu doktrin yang final, konklusif, dan tidak bisa diganggu gugat. Dia bukan sekedar idealis seperti apa yang kita alami sebagai realita. Disamping itu ada pula anggapan bahwa filsafat adalah hanya suatu kegiatan perenungan yang bertujuan mencapai pengetahuan tentang hakikat dari segala yng nyata, tetapi filsafat sebenarnya untuk sampai kepada pengertian yang lebih jauh dari pada ssekedar persepsi, yaitu berupa kegiatan mental dalam wujud konseptualisasi.
Ada seorang guru/pemikir yang mempunyai kesadaran diri untuk mendapatkan dan meningkatkan pemahaman yang ada didalam kehidupan yang nyata, misalnya bagaimana pengetahuan tersebut diperolehnya, dan bagaiman bentuk dari apa yang telah dikuasai itu, maka filsafatlah yang membantu mereka untuk menjawabnya. Karena memang didalam abad ini persoalan pengetahuan merupakan pusat permasalahan didalam agenda didalam seorang ahli filsafat. Sejarah ilmu filsafat selalu menaruh perhatian kepada permasalahan pertama filsafat realita, pengetahuan dan nilai (akan dibicarakan dalam problema pokok filsafat dan filsafat pendidikan). Guru pemikir tadi menyatakan pendapatnya dengan dukungan yang persuasif ialah apa yang diketahui ialah apa saja yang kita buktikan. Apakah kita pernah membantah bbahwa hari cerah dan tidak ada  mendung bila kita dan orang lain melihat sinar matahari? Apakah sinar matahari telah tertanggkap oleh mata kita? Dan apakah kita masih akan membantah bahwa api itu panas setelah kita masukan jari ketempat api, dan segera menariknya kembali karena panas melalui jari. Jika kita pikirkan semua itu, maka kita akan memperoleh seperangkat pengetahuan dari pengalaman empiriat (sensoris). Pengetahuan yang berguna tidak senantiasa langsung diperoleh, tetapi dapat juga secara tidak langsung yang merupakan eksistensi pengertian yang diambil sacara empiris. Dengan membatasi pengetahuan pada pengalaman empiris saja berarti mengabaikan sekian banyak yang kita rasa telah diketahui. Kita telah merasa apa yang kit sukai atau tebaik untuk diri kita dalam suatu atau lain keadaan meskipun kita tidak dapat membuktikanya. Kita hanya merasa memiliki perasaan yang kuat semacam intuisi, meskipun kit tidak dapat membuktikanya. Dan kita menjadikan perasaan tersebut sebagai suatu dasar untuk sikap atau keputusan.[4]





















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Manusia adalah hewan yang berakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya, yang berbicara berdasarkan akal pikirannya (the animal that reasons). Manusia adalah hewan yang berpolitik (zoo politicon, political animal), hewan yang berfamili dan bermasyarakat mempunyai kampung halaman dan negara.
Dua cabang ilmu pendidikan, yaitu filsafat pendidikan dan sistem atau teori pendidikan dan hubungan antara keduanya adalah bahwa yang satu suplemen terhadap yang lain dan keduanya diperlukan oleh setiap guru sebagai pendidik dan bukan hanya sebagai pengajar bidang studi tertentu.
Manusia merupakan subyek pendidikan dan sebagai objek pendidikan, karena itu sikap untuk dididik dan siap untuk mendidik dimilikinya. Berhasil tidakya suatu usaha atau kegiatan banyak tergantung pada jelas tidak adanya tujuan. Maka pendidikan di indonesia mempunyai tujuan pendidikan yang berlandaskan pada filsafat hidup bangsa indonesia, yaitu pancasila yang menjadi pokok dalam pendidikan, melalui usaha-usaha pendidikan, dalam keluarga masyarakat, sekolah dan perguruan tinggi.








DAFTAR PUSTAKA

Anshari Endang Saifuddin. 1979. Ilmu, Filsafat dan Agama. Surabaya: Bina Ilmu.
Latief Juraid Abdul. 2006. Manusia, Filsafat dan Sejarah. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Prasetya. 2002. Filsafat Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia.
Jalaluddin dan Abdullah Idi. 1997. Filsafat Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Sadulloh Uyoh. 2003. Filsafat Pendidikan. Bandung: ALFABETA, CV.
Syam Muhammad Noor. 1984. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat. Surabaya: Usaha Nasional.








[1] Endang Saifudin Anshari. 1982. Hal: 5
[2] Mohammad Noor Syam. 1984. Cet ke-2 Hal: 160-161
[3] Dr. Jalaluddin dan Drs. Abdullah Idi. 1997. Hal: 112
[4] Drs. Prasetya. 2002. Cet ke3 Hal: 146-154