BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia mempunyai keistimewaan dari
mahluk-mahluk yang lain, ia diciptakan oleh Allah SWT begitu sempurna dan
kesempurnaan ini manusia dapat meningkatkan kehidupanya. Dengan berfikir atau
bernalar, merukan satu bentuk kegiatan akal manusia melalui pengetahuan yang
kita terima melalui panca indra diolah dan ditujukan untuk mencapai suatu
kebenaran. Aktivitas berfikir adalah berdialog dengan diri sendiri dengan
manisfestasinya, ialah mempertimbangkan , merenungkan, menganalisis menunjukan
alasan-alasan, membuktikan sesuatu, menggolong-golongkan,
membanding-bandingkan, menarik kesimpulan, meneliti suatu jalan pikiran,
mencari kualitasnya, membahas secara realitas dan lain-lain. Sesuai dengan
makna filsafat yaitu sebagai ilmu yang bertujuan untuk berusaha memahamisemua
yang timbul dalam keseluruhan lingkup pengalaman manusia, maka berfilosofis
memerlukan suatu ilmu dalam mewujudkan pemahaman tersebut.
Berbicara mengenai ilmu maka tidak lepas
dengan pendidikan, yang mana yang menyakini tentang eksistensi pendidikan dari
yang sifatnya umum sampai kepada yang khusus, makin hari diperkuat dengan
perkembanganya metode pengukuran dan cara analisis yang dapat menghasilkan data
yang dipercaya.\
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa yang dimaksud
Manusia dan Filsafat?
2.
Apa yang dimaksud
Filsafat dan Teori Pendidikan?
3.
Bagaimana Hubungan Antara Filsafat, Manusia dan
Pendidikan?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk Mengetahui
Manusia dan Filsafat.
2.
Untuk Mengetahui
Filsafat dan Teori Pendidikan.
3.
Untuk Mengetahui
Hubungan Antara Filsafat, Manusia dan Pendidikan.
BAB II
HUBUNGAN ANTARA FILSAFAT, MANUSIA
DAN PENDIDIKAN
A.
Manusia
dan Filsafat
Manusia
adalah hewan yang berakal sehat, yang mengeluarkan pendapatnya, yang berbicara berdasarkan
akal pikirannya (the animal that reasons).
Manusia adalah hewan yang berpolitik (zoo
politicon, political animal), hewan yang berfamili dan bermasyarakat
mempunyai kampung halaman dan negara.[1]
Karena
manusia itu memiliki akal pikiran yang senantiasa bergolak dan berfikir, dan
karena situasi dan kondisi alam dimana dia hidup selalu berubah-ubah dan penuh
dengan peristiwa-peristiwa penting bahkan dahsyat, yang kadang-kadang dia tidak
kuasa untuk menentang dan menolaknya, menyebabkan manusia itu tertegun,
termenung, memikirkan segala hal yang terjadi disekitar dirinya. Dipandangnya
tanah tempat dia berpijak, dilihatnya bahwa segala sesuatu tumbuh diatasnya,
berkembang, berbuah, dan melimpah ruah. Segala peristiwa berlaku diatas
permukaanya. Dan didalam siang dan malamnya dia menyaksikan kebaikan dan
keburukan, kebaktian dan kejahatan, sehat dan sakit, suka dan duka, malang dan
senang, hidup dan mati dan sebagainya, yang meliputi dan melingkupi kehidupan
manusia. Diarahkan pandnganya kelangit biru, maka nampak olehnya , benda-benda
angkasa, mengambang dab bersemayam dilangit tinggi. Matahari memberikan sinar
dan cahaya, terang benderang meliputi segenap sudut dan penjuru dunia ini. Menaburkan
panas dan kehangatan yang nyaman dan menyegarkan dan kadang-kadang membara dan
membakar, meresahkan seluruh mahluk diatas permukaan bumi. Dengan sinarnya yang
gilang gemilang itu, dia membersihkan kehidupan dan menyalurkan ruh dan jiwa
kepada benda-benda yang mati, mencairkan benda-benda yang beku, menimbulkan
topan dan gelombang, menggerakan angin, air bah dan banjir, dinyalakan api
ditengah padang , dihiasinya keindahan alam dengan warna, disemerbakanya bunga
dengan keharuman dan kewangian surgawi. Hal-hal seperti itulah yang menakjubkan
manusia, menyebabkan dia termenung, merenungka segala sesuatu. Dia berfikir dan
berfiki, sepanjang masa dan sepanjang zaman. Dia memikirkan dirinya sebagai micro kosmos dan memikirka jagad raya
sebagai macro kosmos. Dia memikirkan juga lam
gaib, alam dibalik dunia yang nyata ini, alam metafisika. Dan diapun mulai
membangun pemikiran filsafat.
Didalam
sejarah umat manusia, setelah kemampuan intelektual dan kemakmuran manusia
meningkat tinggi, maka tampilah manusia-manusia yang unggul merenung dan
memikir, menganalisa, membahas dan menghapus berbagai problema dan permasalahan
hidup dan kehidupan, sosial kemasyarakatan, alam semesta dan jagad raya. Maka
lahirlah untuk pertama kalinyafilsafat alam periode pertama, selanjutnya
filsafat alam periode kedua, lalu Shopiesme, kemudian filsafat klasik yang
bermula kurang lebih enam abad sebelum masehi.
Memang
filsafat alam, baik periode pertam maupun periode kedua, begitu pula pemikiran
Shopiesme, belumlah mempunyai pengaruh mendalam dalam bidang pendidikan.
Barulah setelah lahir filsafat klasik yang dipelopori oleh Socrates (470 SM-399
SM) dan murid-muridnya Plato dan Aristoteles, filsafat mulai berpengaruh
positif dalam bidang pendidikan.
B. Filsafat dan Teori
Pendidikan
Sebenarnya
kita ketahui, ilmu jiwa bagi ilmu pendidikan adalah suatu komplementasi yang
amat bernilai. Pedogogik tanpa ilmu jasa, sama dengan praktek tanpa teori,
pendidikan tanpa mengerti untuk apa, bagaimana dan mengapa manusi dididik.
Tanpa pengertian atas manusia baik sifat-sifat individualitasnya yng unik
maupun potensi-potensi yang justru akan dibina, Pendidikan akan salah arah.
Bahkan pengertian yang baik, pendidikan akan memperkosa kodrat manusia.[2]
Banyak
diantara masalah-masalah kependidikan tersebut yang merupakan
pertanyaan-pertanyaan filosifos, yang memerlukan pendekatan filosofis pula
dalam pemecahanya. Analisa filsafat terhadap masalah-masalah kependidikan
tersebut, dengan berbagai cara pendekatanya, akan dapat menghasilkan
pandangan-pandangan tertentu mengenai masalah-masalah kependidikan tersebut,
dan atas dasar itu bisa disusun sistematis teori-teori pendidikan.
Hubungan
fungsional antara filsafat dan teori pendidikan tersebut secra lebih rinci
dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Filsafat
dalam arti analisa, filsafat adalah salah satu cara pendekatan yang digunakan
oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan problematika pendidikan dan menyusun
teori-teori pendidikanya. Disamping mengunakan metoda-metoda ilmiah lainya.
Sementara itu dengan filsafat, sebagai pandangan tertentu terhadap suatu objek,
misalnya filsafat idealisme, realisme, materealisme dan sebagainya. Akan
mewarnai pula pandangan ahli pendidikan tersebut dalam teori-teori pendidikan
yang dikembangkanya. Aliran filsafat tertentu akan mempengaruhi dan memberikan
bentuk serta corak tertentu terhadap teori-teori pendidikan yang dikembangkan
atas dasar aliran fisafat tersebut.
2. Filsafat
juga berfungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah dikembangkan
oleh para ahlinya, yang berdsarkan dan menurut pandangan dan aliran filsafat
tertentu, mempunyai relevansi dengan kehidupan nyata. Artinya mengarahkan agar
teori-teori dan pandangan filsafat pendidikan yang telah dikembangkan tersebut
bisa diterapkan dalam praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan
kebutuhan hidup yang juga berkembang dalam masyarakat. Disamping itu, adalah
merupakan kenyataan bahwa setiap masyrakat hidup dengan pandangan dan filsafat
hidupnya sendiri-sendiri yang berbeda antara satu dengan yang lainya dan dengan
sendirinya akan menyangkut kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Disinilah letak fungsi
filsafat dan filsafat pendidikan dalam memilih dan mengarahkan teori-teori
pendidikan dan kalau perlu juga merevisi teori pendidikan tersebut, yang sesuai
dengan relevan dengan kebutuhan, tujuan dan pandangan hidup dari masyarakat.
3. Filsafat,
termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan
petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu
pengetahuan atau pedagogis. Suatu praktek kependidikan yang didasarkan dan
diarahkan oleh suatu filsafat pendidikan tertentu, akan menghasilkan dan
menimbulkanbentuk-bentuk dan gejalah-gejalah kependidikan yang tertentu pula.
Hal ini adalah merupakan data-data kependidikan yang ada dalam suatu masyarakat
tertentu. Analisa filsafat berusaha untuk menganalisa dan memberikan arti
terhadap data-data kependidikan tersebut dan untuk selanjutnya menyimpulkan
serta dapat disusun teori-teori pendidikan yang realistis dan selanjutnya akan
berkembanglah ilmu pendidikan (pedagogik).
Disamping hubungan fungsional
tersebut, antara filsafat dan teori pendidikan, juga terdapat hubungan yang
bersifat suplementer, sebagaimana dikemukakan oleh Ali Saefullah, sebagai
berikut:
a. Kegiatan
merumuskan dasar-dasar dan tujuan-tujuan pendidikan, konsep tentang hakikat
manusia serta konsepsi hakikat dan segi-segi pendidikan serta isi moral
pendidikanya.
b. Kegiatan
merumuskan sistem atau teori pendidikan (science
of education) yang meliputi politik pendidikan, kepemimpinan pendidikan
atau organisasi pendidikan, metodologi pendidikan dan pengajaran, termasuk
pola-pola akulturasi dan peranan pendidikan dalam pembangunan masyarakat dan
negara.
Definisi diatas merangkum dua
cabang ilmu pendidikan, yaitu filsafat pendidikan dan sistem atau teori
pendidikan dan hubungan antara keduanya adalah bahwa yang satu suplemen terhadap yang lain dan keduanya
diperlukan oleh setiap guru sebagai pendidik dan bukan hanya sebagai pengajar
bidang studi tertentu.
C.
Hubungan
Antara Filsafat, Manusia dan Pendidikan
a. Kedudukan
Filsafat dalam Ilmu Pengetahuan
Dalam
ilmu pengetahuan, filsafat mempunyai kedudukan sentral, asal atau pokok. Karena
filsafatlah yang mula-mula merupakan satu-satunya usaha manusia dibidang
kerohanian untuk mencapai kebenaran atau
pengetahuan. Lambat laun sesuai dengan sifatnya, manusia tidak pernah merasa
puas dengan meninjau suatu hal dari sudut yang umum, melainkan juga ingin
memperhtikan hal-hal yang khusus. Maka kemudian timbulah penyelidikan mengenai
hal-hal yang khusus yang sebelumnya masuk dalam lingkungan filsafat. Jika
penyelidikan ini mencapai tingkat yang tinggi, maka cabang penyelidikan itu
melepaskan diri dari filsafat sebagai cabang ilmu pengetahuan yang baru dan
berdiri sendiri. Adapun yang pertama kali melepaskan diri dari filsafat ialah
ilmu pasti, kemdian disusul oleh ilmu-ilmu pengetahuan lainya. Akan tetapi
meskipun lambat laun banyak ilmu pengetahuan yang melepaskaan diri tidakla
berarti ilmu pengetahuan itu sama sekali tidak membutuhkan bantuan dari ilmu
filsafat. Misalnya makna dari pengetahuan tentang atom, baru mulai nampak bila
dihubungkan dengan peradaban. Seorang ahli atom berusaha menemukan fakta
kemudian menciptakan tekhnik-tekhnik yang diperlukan. Semuanya itu dilakukan
dari pengetahuan tentang atom yang semakin meluas dan mendalam. Namun para ahli
atom kadang-kadang atau tidak memperhatikan apa yang dilakukan manusia. Karena
atom hanya untuk kepentingan perang yang dapat membawa malapetaka kepada
manusia. Hal ini menjadi tugas dari filsafat, karena menyangkut masalah ini
yang berarti filsafat akan memberikan alternatif mana yang paling baik untuk
dijadikan pegangan manusia.
Kemudian
bahasan tentang kedudukan atau hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan
atau berfikir filosofis dan berfikir ilmiah akan dilengkapi uraian ini dengan
Pieget tentang epistemologi genetis, yaitu fase-fase berfikir dan pikiran
manusia dengan mengambil contoh perkembangan akan mulai dari tahun pertama usia
anak hingga dewasa sebagaimana diuraiakan oleh Halford sebagai berikut:
Jasa
utama dari Pieget adalah uraiannya mengenai perkembangan anak dalam hal tingkah
laku yang terdiri atas empat fase, yaitu:
1)
Fase
sensorimotor, berlangsung antara umur 0 tahun sampai
usia dimana cara berfikir anak masih sangat ditentukan oleh kemampuan
pengalaman sensorinya, sehingga sangat sedikit terjadi peristiwa berfikir yang
sebenarnya, dimana tanggapan tidak berperan sama sekali dalam prosees berfikir
dan pikiran anak.
2)
Fase
Pra-operasional, pada usia kira-kira antara 5-8
tahun, yang ditandai adanya kegiatan berfikir dengan mulai mengunakan tanggapan
(disebut logika fungsional). Ia tidak
menyebut dengan berfikir berdasar hubungan sebab akibat, seperti pendapat para
ahli psikologi perkembangan.
3)
Fase
Operasional yang konkrit, yaitu kegiatan berfikir
untuk memecahakan persoalan secara konkrit dan terhadap benda-benda yang
konkrit pula.
4)
Fase
Operasi Formal, pada anak dimulai pada usia 11
tahun. Anak telah mulai berfikir abstrak, dengan menggunakan konsep-konsep yang
umum dengan menggunakan hipotesaserta memprosesnya secara sistematis dalam
rangka menyelesaikan problema walaupun si anak belum mampu membayangkan
kemungkinan-kemungkinan bagaimana realisasinya.
Dari uraian dan contoh tadi dapat
disimpulkan bahwa ilmu pengetahuan itu menerima dasarnya dari filsafat, dengan
rincian antara lain:
1) Setiap
ilmu pengetahuan itu mempunyai objek dan problem.
2) Filsafat
juga memberikan dasar-dasar yang umum bagi semua ilmu pengetahuan dan dengan
dasar yang umum itu dirumuskan keadaan dari ilmu pengetahuan itu.
3) Disamping
itu filsafat juga memberikan dasar-dasar yang khusus yang digunakan dalam
tiap-tiap ilmu pengetahuan.
4) Dasar
yang diberikan oleh filsafat yaitu mengenai sifat-sifat ilmu dari semua ilmu
pengetahuan. Ilmu pengetahuan memperoleh sifat ilmu itu kalau menepati
syarat-syarat yang telah ditentukan oleh filsafat. Artinya tidak mungkin tiap
ilmu itu meninggalkan dirinya sebagai ilmu pengetahuan dengan meningggalkan
syarat yang telah ditentukan oleh filsafat.
5) Filsafat
juga memberikan metoda atau cara kepada tiap ilmu pengetahuan.
Manusia merupakan subyek pendidikan
dan sebagai objek pendidikan, karena itu sikap untuk dididik dan siap untuk
mendidik dimilikinya. Berhasil tidakya suatu usaha atau kegiatan banyak
tergantung pada jelas tidak adanya tujuan. Maka pendidikan di indonesia
mempunyai tujuan pendidikan yang berlandaskan pada filsafat hidup bangsa
indonesia, yaitu pancasila yang menjadi pokok dalam pendidikan, melalui
usaha-usaha pendidikan, dalam keluarga masyarakat, sekolah dan perguruan
tinggi.[3]
b. Kedudukan
Filsafat dalam kehidupan Manusia
Untuk
memberikan gambaran bagaimana kedudukan filsafat dalam kehidupan manusia maka
terlebih dahulu diungkapkan kembali pengetian filsafat. Dalam bahasan
sebelumnya, filsafat mengandung pengertian adalah suatu ikhtiar untuk berfikir
secara radikal, dalam arti mulai dari akarnya suatu gejala (hal kehendak
permasalahan) sampai mencapai kebenaran yang dilakukan dengan kesungguhan dan
kejujuran melalui tahapan-tahapan
pikiran. Oleh karena itu seorang yang berfilsafat adalah orang yang berfikir
secara sadar dan bertanggung jawab dengan pertama adalah tehadap dirinya
sendiri.
Kebenaran
dalam pengetahuan yang diterima filsafat adalah apabila isi pengetahuan yang
diusahakan sesuai dengan objek yang diketahui yang didasari oleh kebebasan
berfikir (diatur oleh logika) untuk menyelidiki atau tata pikir yang bermetoda,
bersistem, dan berlaku universal, sehingga dengan demikian filsafat adalah ilmu
yang berusaha mencari ketetapan dan sebab-sebab yang sedalam-dalamnya bagi
segala sesuatu (seluruh dunia dan alam ini), sebagai pandangan hidup. Apabila
pandangan ini mengenai manusia adalah meliputi segala soal hidup manusia:
pikiran, budi, tingkah laku dan nilai-nilainya dan tujuan hidup manusia, baik
didunia maupun sesudah didunia ini tiada yang kemudian dikenal dengan sebutan
pedoman hidup.
Filsafat
sebagai ikhtiar berfikir maka bukan berarti untuk merumuskan suatu doktrin yang
final, konklusif, dan tidak bisa diganggu gugat. Dia bukan sekedar idealis
seperti apa yang kita alami sebagai realita. Disamping itu ada pula anggapan
bahwa filsafat adalah hanya suatu kegiatan perenungan yang bertujuan mencapai
pengetahuan tentang hakikat dari segala yng nyata, tetapi filsafat sebenarnya
untuk sampai kepada pengertian yang lebih jauh dari pada ssekedar persepsi,
yaitu berupa kegiatan mental dalam wujud konseptualisasi.
Ada
seorang guru/pemikir yang mempunyai kesadaran diri untuk mendapatkan dan
meningkatkan pemahaman yang ada didalam kehidupan yang nyata, misalnya
bagaimana pengetahuan tersebut diperolehnya, dan bagaiman bentuk dari apa yang
telah dikuasai itu, maka filsafatlah yang membantu mereka untuk menjawabnya.
Karena memang didalam abad ini persoalan pengetahuan merupakan pusat
permasalahan didalam agenda didalam seorang ahli filsafat. Sejarah ilmu
filsafat selalu menaruh perhatian kepada permasalahan pertama filsafat realita,
pengetahuan dan nilai (akan dibicarakan dalam problema pokok filsafat dan filsafat
pendidikan). Guru pemikir tadi menyatakan pendapatnya dengan dukungan yang
persuasif ialah apa yang diketahui ialah apa saja yang kita buktikan. Apakah
kita pernah membantah bbahwa hari cerah dan tidak ada mendung bila kita dan orang lain melihat
sinar matahari? Apakah sinar matahari telah tertanggkap oleh mata kita? Dan
apakah kita masih akan membantah bahwa api itu panas setelah kita masukan jari
ketempat api, dan segera menariknya kembali karena panas melalui jari. Jika
kita pikirkan semua itu, maka kita akan memperoleh seperangkat pengetahuan dari
pengalaman empiriat (sensoris). Pengetahuan yang berguna tidak senantiasa
langsung diperoleh, tetapi dapat juga secara tidak langsung yang merupakan
eksistensi pengertian yang diambil sacara empiris. Dengan membatasi pengetahuan
pada pengalaman empiris saja berarti mengabaikan sekian banyak yang kita rasa
telah diketahui. Kita telah merasa apa yang kit sukai atau tebaik untuk diri
kita dalam suatu atau lain keadaan meskipun kita tidak dapat membuktikanya.
Kita hanya merasa memiliki perasaan yang kuat semacam intuisi, meskipun kit
tidak dapat membuktikanya. Dan kita menjadikan perasaan tersebut sebagai suatu
dasar untuk sikap atau keputusan.[4]
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Manusia adalah hewan yang berakal
sehat, yang mengeluarkan pendapatnya, yang berbicara berdasarkan akal
pikirannya (the animal that reasons).
Manusia adalah hewan yang berpolitik (zoo
politicon, political animal), hewan yang berfamili dan bermasyarakat
mempunyai kampung halaman dan negara.
Dua cabang ilmu pendidikan, yaitu
filsafat pendidikan dan sistem atau teori pendidikan dan hubungan antara
keduanya adalah bahwa yang satu suplemen
terhadap yang lain dan keduanya diperlukan oleh setiap guru sebagai pendidik
dan bukan hanya sebagai pengajar bidang studi tertentu.
Manusia merupakan subyek pendidikan
dan sebagai objek pendidikan, karena itu sikap untuk dididik dan siap untuk
mendidik dimilikinya. Berhasil tidakya suatu usaha atau kegiatan banyak
tergantung pada jelas tidak adanya tujuan. Maka pendidikan di indonesia
mempunyai tujuan pendidikan yang berlandaskan pada filsafat hidup bangsa
indonesia, yaitu pancasila yang menjadi pokok dalam pendidikan, melalui
usaha-usaha pendidikan, dalam keluarga masyarakat, sekolah dan perguruan
tinggi.
DAFTAR
PUSTAKA
Anshari
Endang Saifuddin. 1979. Ilmu, Filsafat
dan Agama. Surabaya: Bina Ilmu.
Latief
Juraid Abdul. 2006. Manusia, Filsafat dan
Sejarah. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Prasetya.
2002. Filsafat Pendidikan. Bandung:
CV Pustaka Setia.
Jalaluddin
dan Abdullah Idi. 1997. Filsafat
Pendidikan. Jakarta: Gaya Media Pratama.
Sadulloh
Uyoh. 2003. Filsafat Pendidikan.
Bandung: ALFABETA, CV.
Syam Muhammad Noor. 1984. Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat.
Surabaya: Usaha Nasional.